Jakarta — INFO BS : Meaningful Participation’ RUU KUHAP, Komisi III DPR Serap Aspirasi Aparat Penegak Hukum Hingga Akademisi Reformasi hukum acara pidana merupakan agenda nasional yang sangat mendesak, terutama jelang pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP pada Januari 2026 mendatang. Dalam proses penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), Komisi III DPR RI menegaskan pentingnya memastikan meaningful participation atau partisipasi bermakna dari seluruh elemen bangsa.
“Komisi III DPR RI dalam rangka melaksanakan mandat UU MD3 tentang fungsi legislasi dan menjamin partisipasi bermakna dalam pembentukan undang-undang, telah mendengarkan aspirasi dari masyarakat sipil, akademisi, aparat penegak hukum, serta kementerian dan lembaga terkait,” ujar Wakil Ketua Komisi III DPR RI Sari Yuliati sebagaimana press release resmi Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi III ke Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan, Jumat (26/9/2025).
Sebagaimana diketahui, kunjungan kerja spesifik Komisi III DPR RI yang dipimpin langsung oleh Sari Yuliati tersebut berfokus menyerap masukan dari mitra kerja di daerah terkait agenda reformasi hukum acara pidana. Komisi III menekankan pentingnya evaluasi implementasi KUHAP yang berlaku sejak 1981 untuk disesuaikan dengan kebutuhan penegakan hukum modern yang proporsional, humanis, serta berkeadilan.
Dalam pertemuan yang digelar di Mapolda Kalsel, Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi III DPR RI menerima beragam masukan dari mitra kerja dan kalangan akademisi. Kapolda Kalimantan Selatan Irjen Pol. Rosyanto Yudha Hermawan menyoroti jangka waktu pemberitahuan penghentian penyidikan serta menekankan perlunya kewajiban tersangka menghadirkan saksi yang meringankan agar proses penyidikan tidak terhambat.
Pada kesempatan yang sama, Kajati Kalimantan Selatan menekankan perlunya pengaturan lebih jelas terkait tata cara penyelidikan, penyidikan, pra-penuntutan, serta penguatan fungsi Kejaksaan sebagai dominus litis. Kajati juga menyampaikan pentingnya wacana pembentukan Hakim Pemeriksa Pendahuluan untuk memperkuat check and balance dalam proses penegakan hukum.
Dari sisi peradilan, Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin menilai penting adanya pengaturan mengenai siaran langsung persidangan dan sidang elektronik dalam RUU KUHAP, serta kepastian hukum terhadap kewajiban pembayaran restitusi bagi korban.
Kepala BNNP Kalimantan Selatan menambahkan catatan agar kewenangan penyidik BNN lebih independen, serta mengusulkan perpanjangan tenggat waktu penggeledahan dan penyitaan di daerah terpencil.
Sementara itu, akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat menekankan perlunya keseimbangan kewenangan antar aparat penegak hukum agar tidak terjadi ego sektoral, sekaligus menegaskan pentingnya perlindungan hak-hak tersangka, terdakwa, saksi, dan korban. Akademisi juga mendorong agar mekanisme restorative justice diatur secara lebih rinci agar selaras dengan semangat pembaruan hukum pidana nasional dalam KUHP baru.
Sari menjelaskan, sejak awal pembahasan bersama Pemerintah, Komisi III DPR RI telah memetakan sembilan kluster utama pengaturan hukum acara pidana yang masih perlu disempurnakan “Antara lain penguatan hak tersangka, saksi, korban, termasuk penyandang disabilitas; pengaturan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum; penguatan koordinasi antar lembaga penegak hukum; mekanisme restorative justice; hingga pengaturan upaya paksa yang menjunjung tinggi HAM,” terang Sari.
“Seluruh masukan dari mitra kerja dan akademisi akan menjadi bekal penting bagi Panja RUU KUHAP dalam pembahasan bersama Pemerintah pada Masa Sidang II mendatang,” tegas Legislator Fraksi Partai Golkar tersebut.
Pada sesi akhir, Tim Komisi III DPR RI menyampaikan apresiasi kepada seluruh mitra kerja di Kalimantan Selatan yang telah memberikan masukan konstruktif. Komisi III juga mengingatkan agar seluruh aparat penegak hukum tetap menindaklanjuti laporan dan pengaduan masyarakat secara transparan, profesional, dan berkeadilan.
“Kami ingin memastikan bahwa pembaruan hukum acara pidana tidak hanya responsif terhadap tantangan zaman, tetapi juga menghadirkan sistem peradilan pidana yang humanis, transparan, dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkas Sari. (sumber : dprgoid )