Jakarta - INFO BS : Komisi VI DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panitia Kerja (Panja) RUU Perlindungan Konsumen Komisi VI DPR RI dengan Prof. Dr. Rizal Edy Halim, Dr. Henny Marlyna, S.H., M.H., M.LI. dan Prof. Andri Wibisono, S.H., LL.M. untuk memberikan masukan terhadap naskah akademik dan materi substansi RUU tersebut di Gedung Nusantara I, Senayan, Rabu (30/4/25).
Saat membuka Rapat tersebut, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Nurdin Halid, menegaskan bahwa pembahasan rancangan undang-undang (RUU) pengganti UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bukan sekadar revisi, melainkan reformulasi menyeluruh yang bertujuan memperkuat perlindungan bagi konsumen sekaligus memberikan kejelasan hukum bagi pelaku usaha.
“Kami ingin mendengarkan masukan-masukan yang dapat memperkaya dan menyempurnakan materi dalam naskah akademik dan undang-undang ini. Masukan dari sisi perspektif teoritis, praktik lapangan, hingga aspek penulisan dan tata bahasa sangat kami hargai,” kata Nurdin dikutip dari fraksigolkar.com .
Menurutnya, secara tegas, undang-undang baru ini tidak boleh menjadi sekadar formalitas, melainkan harus mampu memberikan kontribusi nyata dalam perlindungan seluruh bangsa Indonesia serta mendorong kemajuan sesuai dengan cita-cita nasional. Hal ini ia tegaskan lantaran pada pertemuan sebelumnya, ada aspirasi dari publik yang memandang bahwa UU Nomor 8 Tahun 1999 lebih mengarah sebagai "undang-undang perlindungan pelaku usaha" ketimbang perlindungan konsumen.
Pandangan ini, jelas Nurdin, harus menjadi refleksi kritis dalam penyusunan undang-undang pengganti.
“Tadi pagi ada masukan dari salah satu narasumber bahwa UU Nomor 8 Tahun 1999 bukanlah ‘undang-undang semen’ yang kaku, tetapi harus dilihat sebagai instrumen yang hidup dalam melindungi pelaku usaha sekaligus konsumen. Ini sangat menarik dan harus didiskusikan lebih lanjut,” jelasnya.
Nurdin juga menekankan pentingnya partisipasi para pakar dan akademisi dalam memberikan penjelasan langsung kepada legislator, agar RUU yang dirancang tidak hanya kuat secara konseptual, tetapi juga operasional di lapangan.
Sebagai informasi, proses penyusunan RUU pengganti UU Perlindungan Konsumen ini dijadwalkan berlangsung secara intensif dalam beberapa bulan ke depan, dengan target menghasilkan undang-undang yang mampu menjawab tantangan perlindungan konsumen di era digital dan globalisasi ekonomi.
“Kami sudah menghadirkan banyak narasumber, dari para profesor, akademisi, hingga praktisi. Karena itu, masukan dari Bapak dan Ibu hari ini sangat berharga bagi kami,” pungkasnya.(*)
